Kamis, 10 Maret 2011

By


Adi Suarman Situmorang



BAGIAN I

Uraikan apa saja yang telah Anda lakukan dalam beberapa tahun terakhir yang dapat dianggap sebagai prestasi dan/atau kontribusi bagi pelaksanaan dan pengembangan Tridharma Perguruan Tinggi, yang berkenaan dengan hal-hal berikut.

A. Pengembangan Kualitas Pembelajaran (usaha dan dampak perubahan)

Saya mengamati fenomena yang sering terjadi pada mahasiswa ketika kuliah cenderung untuk sekedar lulus mata kuliah dan atau mendapat nilai bagus. Sepertinya tidak penting bagi mereka untuk dapat benar-benar memahami dan memperoleh manfaat dar mata kuliah yang diikutinya. Oleh karena itu, ketika mata kuliah sudah selesai diambil, seolah semua teori-teori yang sudah dipelajari sebelumnya seperti lewat saja tidak ada yang ‘nyantel’ atau membekas di benaknya. Hal ini tampak jelas ketika mengerjakan skripsi sampai ujian skripsi. Walaupun kalau dilihat nilai mata kuliah tersebut B atau Bahkan A. Memperhatikan fenomena ini maka di setiap awal perkuliahan saya selalu menyampaikan kepada mahasiswa apa manfaat mata kuliah yang sedang diikuti ini bagi skripsi nantinya dan juga bagaimana aplikasinya di dunia kerja setelah mereka lulus. Bagaimana posisi mata kuliah ini keterkaitannya dengan mata kuliah – mata kuliah lain. Saya berharap dengan cara ini mahasiswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih holistik dan kontekstual dari materi yang diikutinya, sehingga tidak menjadi sekedar hafalan semata. Untuk lebih menunjang tujuan ini, di dalam perkuliahan saya selalu menerapkan ada tugas/praktikum yang relevan dengan mata kuliah yang saya ampu. Di samping juga pengayaan metode pembelajaran dengan diskusi kelompok, dan presentasi tugas. Dampak dari cara-cara yang telah saya terapkan menunjukkan mahasiswa menjadi lebih aktif, dan bersemangat dalam mengikuti kuliah. Diskusi kelompok mendorong semua mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk bicara dan berlatih berargumentasi secara sistematis rasional. Presentasi melatih keberanian mereka tampil di depan umum. Hal ini bagus sebagai latihan bagi mereka sebelum mereka presentasi saat ujian skripsi kelak. Praktikum mendekatkan mahasiswa pada fenomena-fenomena nyata di lapangan sekaligus melatih keterampilan mereka sebagai seorang calon ilmuwan psikologi.

B. Pengembangan Keilmuan/Keahlian Pokok (produktivitas dan makna karya ilmiah)

Dalam perjalanan pengembangan keilmuan yang saya jalani sampai saat ini, saya telah menyelesaikan beberapa penelitian, baik yang dibiayai oleh Lemlit UMS sebagai penelitian reguler, ataupun yang dibiayai oleh lembaga di luar UMS, seperti penelitian Dosen Muda dan penelitian Hibah bersaing yang didanai oleh Dikti. Hasil penelitian telah saya publikasikan di jurnal Ilmiah terakreditasi nasional. Selain itu saya juga sering melibatkan diri sebagai pembicara di forum-forum ilmiah nasional untuk mempresentasikan hasil karya saya. Yang mungkin penting untuk saya ketengahkan di sini adalah bahwa ada topik minat khusus yang saya kaji secara konsisten baik untuk beberapa penelitian, publikasi ataupun presentasi di forum ilmiah, yaitu tentang pengembangan teori psikologi berdasarkan konsep-konsep Suryomentaram telah saya tekuni sejak saya menyelesaikan tesis S-2 sampai disertasi doktor dan diteruskan dalam kajian-kajian penelitian atau makalah-makalah presentasi. Satu buku tentang kepribadian sehat menurut konsep Suryomentaram telah saya terbitkan. Saya masih ingin menulis buku-buku berikutnya lagi, baik untuk keperluan mahasiswa maupun untuk masyarakat umum. Bagi saya karya ilmiah tidak akan menjadi bermakna kalau hanya menjadi hiasan rak buku perpustakaan, hanya untuk pemenuhan kepangkatan CCP saja, untuk mengejar pangkat profesor saja. Ada hal yang jauh lebih penting lagi. Bagi saya, sebuah karya akan menjadi bermakna kalau dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Terlebih lagi bila buku-buku itu bukan hanya dibaca saja tetapi juga mampu menginsipari pembaca untuk bertumbuh dan berkembang secara utuh, mancapai perubahan positif dalam kehidupannya. Ini baru bermakna, ilmu bukan sekedar untuk ilmu, melainkan ilmu untuk kemaslahatan umat. Ini obsesi cita-cita saya dalam penghayatan saya sbagai seorang ilmuwan yang berprofesi dosen sekaligus psikologi. Harapan saya adalah melalui karya-karya saya, sebagai dosen saya ingin berbagai yang terbaik untuk mahasiswa, sebagai psikologi saya ingin mengamalkan ilmu untuk kesejahteraan masyarakat. Perjalanan masih panjang untuk menggapainya. Satu yang saya inginkan adalah : Eksistensi saya ada di karya-karya saya dan bukan pada kepangkatan saya.

C. Peningkatan Kualitas Manajemen/Pengelolaan Institusi (perubahan pengelolaan, implementasi kebijakan, dan dukungan institusi)

Dalam pengelolaan institusi di tingkat fakultas keterlibatan saya tertuang dalam pelaksanaan kegiatan sebagai koordinator bidang psikologi Klinis, baik yang terkait dengan akademis maupun sosialisasi ilmu. Dalam hal ini kegiatan tidak terbatas pada kebijakan penyusunan kurikulum semata tetapi juga monitoring dan evaluasi implementasi pembelajaran. Saya pernah menduduki posisis sebagai PD I sebelum saya studi S-3, saat itu untuk mendukung Kualitas Manajemen Institusi saya mengusulkanpada Dekan suatu kebijakan tentang pemberdayaan dosen tetap dari dalam bersamaan dengan pengurangan peran dosen tidak tetap yang saat ini banyak dari UGM semula usulan saya tidak langsung disetujui Dekan tetapi setelah pengurangan peran dosen tidak tetap setelah saya jelaskan dan saya bersedia melaksanakauntuk implementasinya pada akhirnya Dekan mendukung sepenuhnya.

D. Peningkatan Kualitas Kegiatan Mahasiswa (perubahan pengelolaan, implementasi kebijakan, dan dukungan institusi)

Dalam kegiatan mahasiswa, secara informal membimbing mahasiswa yang tengah mengikuti lomba karya ilmiah mahasiswa. Selain itu juga melibatkan beberapa mahaiswa dalam program-program atau penelitian yang sedang saya laukan. Memberikan supervisi bagi asisten mata kuliah. Memberikan konsultasi di luar jam kuliah atau diluar kelas, baik untuk keperluan konsultasi kuliah, skripsi, maupun konsultasi kegiatan mahasiswa. Seperti pelaksanaan kegiatan pelatihan metodologi penelitian yang diselenggarakan oleh mahasiswa, atau pertemuan-pertemuan lainnya yang diadakan atas inisiatif mahasiswa.

E. Peningkatan Pengabdian kepada Masyarakat (kegiatan dan implementasi perubahan, serta dukungan masyarakat)

Kegiatan peningkatan Pengabdian kepada Masyarakat saya lakukan melalui lembaga LSM yang bergerak di bidang perlindungan anak, seperti Yayasan KAKAK saya pernah terlibat sebagai psikologi dan konsultan penelitian. Selain itu, di Dinas Pariwisata Pemda Surakarta, bersama rekan – rekan dari institusi lain, pernah terlibat dalam satu tim sebagai evaluator peristiwa-peristiwa budaya di kota Solo sepanjang tahun. Melalui program yang diselenggarakan Pusat Studi budaya, kerjasama dengan ISI Surakarta saya terlibat dalam pelaksanaan Pendidikan Apresiasi Seni di sekolah-sekolah dasar di Surakarta, Karanganyar dan Sragen.

BAGIAN II

Sebagai anggota komunitas sosial, berikan deskripsi diri Anda sendiri pada aspek-aspek berikut.

F. Karakter pribadi dalam berbagai situasi dan kondisi (kendali diri, kesabaran, ekspresi perasaan, rasionalitas)

Kebetulan di suatu kesempatan beberapa tahun yang lalu di fakultas ada pelatihan Analisis Transaksional, dengan mengundang seorang pelatih pakar dari Universitas Indosesia. Di sanalah satu sesi, acaranya berbentuk memberikan penilaian tentang karakter seseorang. Saat itu saya manfaatkan kesempatan memberanikan diri untuk mengajukan diri saya sebagai orang yang dinilai oleh teman-teman sejawat. Berdasarkan hasil penilaian teman-teman, saya dinilai sebagai orang yang : disiplin, teguh pendirian, rasional,cerdas, tegas, gigih, pandai menjaga rahasia, tidak suka gosip, disamping juga ada hal yang dinilai sebagai kelemahan yaitu tetutup, kurang hangat dalam pergaulan dan masa bodoh. Berdasarkan pengakuan seorang mahasiswi yang menyampaikan apresiasinya melalui sebuah surat kepada saya saat setelah diwisuda saya juga lebih tau bagaimana saya di mata mahasiswa saya, pada surat ucapan terima kasih itu terselip di dalamnya ungkapan yang menyatakan penilaiannya terhadap saya. Mahasiswa tersebut menilai karakter keibuan, sikap empati plus ketegasan yang menurutnya seringkali dapat mempengaruhi orang lain, selain merupakan orang yang enak diajak sharing dan trasfer ilmu. Pada pertemuan terakhir perkuliahan saya kadang-kadang meninta mahasiswa untuk mengevaluasi saya baik dalam metode pembelajaran maupun penilaian secara umum, dan ungkapan-ungkapan seperti itu sering saya temui.

G. Etos kerja (semangat, target kerja, disiplin, ketangguhan)

Saya merasa saya memiliki ketangguhan yang tinggi selain juga kesabaran, dan ini telah saya buktikan ketika dalam proses pembimbingan penyelesaian disertasi saya yang lalu. Barangkali saya tidak akan mampu menyelesaikan disertasi saya kalau saya tidak tangguh, semangat dan disiplin, karena tidak mudah menghadapu tiga orang promotor yang satu sama lain memiliki perbedaan pandangan terhadap obyek kajian disertasi saya. Saya dituntut untuk pandai-pandai membawa diri, menghadapi berbagai kritikan para promotor, yang benar-benar bisa saya ibaratkan sebagai ‘uji nyali’. Saya harus berpikir keras bagaimana caranya agar ide-ide gagasan saya tetap bisa diterima mereka tanpa harus membuat beliau-beliau merasa tidak dihargai. Ini bukan hal yang mudah, awalnya beliau tidak berkenan walaupun pada akhirnya bisa menerima ide saya. Bahkan saat mengetahui hasilnya saat promosi beliau merasa salut. Dalam keseharian di kampus tidak jarang pula menghadapi mahasiswa yang komplain nilai yang tidak memuaskan bagi mereka, namun biasanya setelah saya jelaskan transpsran, mereka bisa menerima tanpa protes.

H. Integritas Diri (kejujuran, keteguhan pada prinsip, konsistensi, tanggung jawab dan keteladanan)

Saat itu saya mendapat kesempatan untuk ditugaskan studi lanjut S-2. Bagi saya tugas studi lanjut, merupakan tugas yang harus saya laksanakan, karena menurut saya studi lanjut adalah sebuah keniscayaan yang perlu dijalani sebagai konsistensi dan tanggungjawab saya atas pilihan keputusan saya untuk menjadi dosen. Saat itu saya telah berpikir bahwa untuk mengajar S-1 semestinya minimal harus berpendidikan S-2. Saya perlu belajar lebih banyak lagi agar lebih banyak pula yang akan saya bagikan kepada mahasiswa. Segala macam keragu-raguan dan kekhawatiran gagal sekolah (seperti yang dirasakan teman-teman yang lebih senior saat itu) tidak saya pedulikan, saya kuatkan diri untuk secara bulat menyatakan sanggup untuk mengemban tugas belajar studi lanjut. Menurut pimpinan fakultas saat itu, kebetulan saat itu memang tidak ada dari dosen yang lebih senior bersedia berangkat studi lanjut, padahal telah beberapa tahun fakultas tidak mengirimkan dosen untuk studi lanjut, oleh karena itu tahun itu harus ada yang bersedia berangkat. Dan akhirnya sayalah yang berangkat S-2. Setelah saya saat itu berangkat studi lanjut S-2, baru pada tahun-tahun berikutnya beruntun teman-teman dosen ingin melanjutkan studi lanjut. Begitu juga untuk studi lanjut S-3 saya menjadi orang pertama di fakultas yang melaksanakannya.

I. Keterbukaan terhadap kritik, saran, dan pendapat orang lain (penyikapan, penerimaan)

Kritik bukanlah sesuatu yang harus dihindari apalagi ditakuti, justru melalui kritik kita jadi lebih tau tentang diri kita. Saya biasanya akan dengarkan kritikan yang dilontarkan pada saya, saya akan melihatnya secara obyektif kebenaran kritikan ini. Bila saya tidak yakin akan kebenaran kritikan ini saya akan mencari pendapat orang ketiga agar saya lebih yakin tentang objektivitas isi kritikan. Karena menurut saya kritikan yang obyektif justru diperlukan untuk kemajuan dan perbaikan diri. Begitu juga dalam mensikapi saran atau pendapat orang lain, saya berusaha mengambil sikap bijak. Artinya tidak semata-mata percaya dan menggantungkan diri pada pendapat orang lain, tetapi juga bukan berarti sama sekali mengabaikan atau menutup mata atas pendapat orang lain.

J. Peran sosial (kemampuan kerja sama, kemampuan komunikasi)

Sejauh pengetahuan saya selama ini, saya bisa bekerja sama dan berkomunikasi denganorang lain dengan cukup baik dan lancar, baik dengan teman sejawat, staf administrasi, atasan, mahasiswa dan masyarakat. Dalam bekerja sama saya suka bila dalam kerjasama ini ada saling percaya pada sesama anggota dalam satu tim, saling besedia bahu membau satu sama lain bertanggung jawab atas peran dan tugas masing-masing.

K. Orisinalitas (kreativitas dan inovasi)

Orisinalitas dalam pekerjaan saya tunjukkan mlalui karya disertasi saya, yang mengkaji topik yang menurut para promotor termasuk topik yang orisinal sekaligus merupakan inovasi baru di tengah-tengah pengembangan ilmu psikologi di Indonesia yang selama ini lebih banyak berkiblat pada teori-teori Barat. Kreativitas dan inovasi senantiasa saya lakukan dalam tugas saya selaku pengajar. Pada tiap semester pasti saya selalu meninjau ulang metode pembelajaran yang saya terapkan. Bersama mahasiswa saya lakukan evaluasi kurang lebihnya metode dan materi kuliah. Seringkali terjadi pula metode yang telah saya siapkan suatu saat tidak sesuai dengan karakteristik mahasiswa peserta di satu kelas tertentu. Dalam kondisi ini saya biasanya langsung ganti metode yang saya pandang lebih cocok untuk kelas tersebut.

Deskripsi diri ini saya buat dengan sesungguhnya dan jika diperlukan saya bersedia untuk menyampaikan bukti-bukti terkait.

diambil dari:

http://www.dirjendikti.ac.id

EFEKTIVITAS MODEL PENCAIAN KONSEP TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN KREATIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS X SMU NEGERI 1 BATANGKUS


BAB I


PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segalah lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya disekolah sebagai. Saat ini peningkatan mutu pendidikan di lembaga pendidikan normal di Indonesia, khususnya peningkatan mutu pendidikan matematika masih terus diupayakan baik itu mulai dari tingkat pra sekolah sampai perguruan tinggi, hal ini karena sangat diyakini betul bahwa matematika merupakan sebagai ilmu dasar memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan sains dan teknologi, karena matematika merupakan sarana berpikir untuk menumbuh kembangkan daya nalar, cara berpikir logis, sistematis dan kritis.

Peranan matematika ini tidak hanya terasa dalam bidang matematika tetapi aplikasinya juga pada bidang lain, karena matematika sebagai ratunya ilmu sekaligus pelayan ilmu sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan di era globalisasi. Seiring dengan perkembangan IPTEK, perkembangan pendidikan matematika mengalami pergeseran. Matematika merupakan pengetahuan yang esensial sebagai dasar untuk bekerja seumur hidup dalam abad globalisasi. Karena itu penguasaan tingkat tertentu terhadap matematika diperlukan bagi semua peserta didik agar kelak dalam hidupnya memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak karena abad globalisasi, tiada pekerjaan tanpa matematika. (Sinaga, 1999: 1)

Namun kenyataannya mutu pendidikan di Indonesia sampai saat sekarang ini masih sangat rendah dibandingkan dengan negara yang lain khususnya matematika hal ini didukung oleh pernyataan Nurhadi, dkk. (2007) bahwa memasuki abad 21 keadaan sumber daya manusia Indonesia tidak kompetitif. Hasil survei trends in Mathematics and Sciences Study (TIMSS) tahun 1999 menempatkan Indonesia pada posisi ke-34 dari 48 negara dalam bidang matematika (Supriyoko, 2008). Hasil TIMMS tahun 2003 menempat kan indonesia pada posisi 34 dari 45 negara, dan lebih dari separuh pelajar Indonesia dikategorikan berada di bawah standar rata-rata skor Internasional (Kompas, 13 Maret 2006). Sedangkan menurut catatan Human Develompment Repot tahun 2003 versi UNDP bahwa peringkat HDI (Human Develompmen Index) bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di urutan 112, Filipina 74, Malaysia 58, Brunai 31, Korea selatan 30, sigapura 28. Jika ditinjau dari prestasi yang dicapai oleh wakil Indonesia dalam Olimpiade Matematika Internasional dari tahun 1995 sampai tahun 2003 selalu dibawah median, misalnya pada tahun 2003 prestasi Indonesia masih berada pada urutan 37 dari 82 Negara (Marpaung, 2006: 7).

Rendahnya mutu pendidikan ini mungkin karena pengajaran disajikan masih dalam bentuk yang kurang menarik, sehingga terkesan angker, sulit, dan menakutkan sehingga siswa sering tidak menguasai konsep dasar yang terkandung dalam materi pelajaran matematika yang dapat mengakibatkan kesalahan fatal terhadap keberhasilan belajar siswa sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah. Hasil olympiade matematika SMU tingkat nasional menunjukkan bahwa bidang studi matematika cenderung rendah dibandingkan dengan bidang studi lainnya. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pemahaman konsep dasar matematika siswa dan siswa belum bisa memahami formulasi, generalisasi, dan konteks kehidupan nyata dengan ilmu matematika. Bahkan diperoleh keterangan 80% dari peserta memiliki penguasaan konsep dasar matematika yang sangat lemah (Yahya dalam Situmorang A.S, 2006). Bahkan tentang nilai ujian akhir nasional (UAN) bidang studi matematika yang cenderung rendah dibandingkan dengan bidang studi lainnya sudah sering dikemukakan oleh tokoh-tokoh pendidikan baik dalam media massa maupun dalam penelitian. Namun bukan hanya dari UAN yang menunjukkan bahwa nilai bidang studi matematika cenderung rendah dibandingkan dengan bidang studi lainnya.

Rendahnya hasil belajar matematika disebabkan oleh penguasaan konsep dasar matematika yang sangat lemah terus berkelanjutan sampai ke tingkat perguruan tinggi, salah satu contoh adalah penelitian pada mahasiswa FKIP Fisika Universitas Darma Agung Medan mata kuliah Matematika Dasar di semester I khususnya bahan ajar fungsi ditemukan rendahnya pemahaman konsep. Contohnya, ketika mahasiswa disuruh untuk menyelidiki apakah suatu relasi f : R ® R didefinisikan dengan f(x) = x – 1 merupakan suatu fungsi atau tidak? mahasiswa menyatakan bahwa relasi tersebut merupakan suatu fungsi tetapi ketika ditanya apa alasannya mereka tidak bisa menjawab.

Jika mahasiswa memiliki pemahaman konsep fungsi, mahasiswa akan menjawab bahwa relasi tersebut merupakan fungasi sesuai dengan definisi:

Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah suatu relasi yang memasangkan setiap elemen dari himpunan A dengan tepat satu anggota dari himpunan B.

Dinotasikan dengan:

f : A ® B « ("xÎA)($ y!ÎB) ' f(x) = y

sehingga, suatu relasi f : R ® R didefinisikan dengan f(x) = x – 1 merupakan suatu fungsi karena "xÎR! $ yÎR.

Kesalahan yang sama juga terjadi, ketika ditanyakan apakah suatu pemetaan:

f : [-5,5] ® [-5,5] didefinisikan dengan x2 + y2 = 25 merupakan fungsi atau tidak? Mahasiswa menyatakan pemetaan tersebut merupakan suatu fungsi juga.

Kalau ditinjau sesuai dengan definisi fungsi yaitu:

Misalkan S = [-5,5] dan T = [-5,5] adalah himpunan.

Karena Fungsi merupakan himpunan bagian dari dimana setiap anggota S mempunyai kawan tunggal di T didefinisikan sebagai:

dimana :

S disebut daerah asal / domain

T disebut daerah kawan / kodomain

Himpunan semua nilai fungsi disebut daerah hasil (range)

Ternyata untuk suatu relasi f : [-5,5] ® [-5,5] didefinisikan dengan

x2 + y2 = 25

($ x = 3 Î [-5,5]) ' 32 + y2 = 25 Þ y1,2 = ± 4 dimana y1 = 4 Î[-5,5] tetapi y2 = -4 Ï[-5,5]

\ hal ini bertentangan dengan

\ f : [-5,5] ® [-5,5] didefinisikan dengan x2 + y2 = 25 bukan fungsi.

Kesalahan seperti ini sering terjadi pada mahasiswa semester I di FKIP-UDA, dimana kesalahan ini disebabkan karena mahasiswa semester I pada awalnya belum menguasai betul konsep fungsi tersebut. Tapi begitu mahasiswa diberikan penekanan konsep dasar dan pengertian fungsi yang sebenarnya, mahasiswa telah mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi pada materi fungsi dengan kriteri: (1) mahasiswa yang dapat menguasai konsep dengan penekanan konsep dasar menggunakan pembelajaran konvensional sekitar 60%; (2) mahasiswa yang dapat menguasai konsep dengan penekanan konsep dasar menggunakan media petakonsep 75% (Situmorang, A. S., 2007).

Beberapa hal yang diduga juga sebagai penyebab kurangnya penguasaan konsep materi matematika adalah (1) siswa sering belajar dengan cara mengahafal tanpa membentuk pengertian terhadap materi yang dipelajari. Hal ini akan menyebabkan rendahnya aktivitas siswa dalam belajar untuk menemukan sendiri konsep materi sehingga akan lebih cepat lupa.; (2) materi pelajaran yang diajarkan memiliki konsep mengambang, sehingga siswa tidak dapat menemukan kunci untuk mengerti materi yang dipelajari dan; (3) tenaga pengajar ( guru) mungkin kurang berhasil dalam menyampaikan kunci terhadap penguasaan konsep materi pelajaran yang sedang diajarkan, sehingga siswa tidak tertarik dalam belajar dan akan menimbulkan rendahnya kreativitas dan penguasana konsep materi (Lynch dan waters, 1980, Nakhleh, 1992, 1994).

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka diperlukan berbagai terobosan, baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan agar siswa tertarik dan tertantang untuk belajar dalam menemukan konsep dasar suatu ilmu berdasarkan hipotesis sendiri, sementara guru hanya memfasilitas dan mengarahkan jalannya pembelajaran. Proses belajar seperti ini akan lebih berkesan dan bermakna sehingga konsep dasar dari ilmu ini tidak akan cepat hilang. Agar pembelajaran lebih optimal, model pembelajaran dan media pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan di dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Disamping itu guru juga ikut memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas siswa dalam belajar matematika dan guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa berminat dan semangat belajar dan mau terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga pengajaran tersebut menjadi efektif (Slameto, 1987).

Untuk dapat mengajar dengan efektif seorang guru harus mampu menggunakan metode, sementara metode dan sumber itu terdiri atas media dan sumber pengajaran (Suryosubroto 2002:44-47). Di samping itu, seorang pendidik dalam mengajar pada proses belajar mengajar hendaknya menguasai bahan ajaran dan memahami teori-teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli, sehingga belajar matematika itu bermakna bagi sisiwa sebab menguasai matematika yang akan diajarkan merupakan syarat esensial bagi guru matematika karena penguasaan materi belum cukup untuk membawa peserta didik berpartisipasi secara intelektual (Hudojo dalam Situmorang A.S, 2006). Di sisi lain, seorang pendidik dalam mengajar pada proses belajar mengajar hendaknya menguasai bahan ajar dan memahami teori-teori belajar maupun pendekatan mengajar yang telah dikembangkan oleh para ahli, sehingga belajar matematika itu bermakna bagi siswa sebab menguasai konsep matematika yang diajarkan merupakan syarat esensial bagi guru matematika karena penguasaan materi belum cukup untuk membawa peserta didik berprestasi secara intelektual (Hudojo, dalam Situmorang A.S., 2006).

Sementara itu konsep dapat dipahami melalui hubungan antara interaksinya dengan konsep lain, karena dalam proses belajar matematika, prinsip belajar harus terlebih dahulu dipilih, sehingga sewaktu mempelajari metematika dapat berlangsung dengan lancar, misalnya mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep A, seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Ini berarti mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman belajar yang lalu (Hudojo, 1988:7).

Dalam menjelaskan konsep baru atau membuat kaitan antara materi yang telah dikuasai siswa dengan bahan yang disajikan dalam pelajaran matematika, akan membuat siswa siap mental untuk memasuki persolan-persoalan yang akan dibicarakan dan juga dapat meningkatkan minat dan prestasi siswa terhadap materi pelajaran matematika. Sehubungan dengan hal diatas, kegiatan belajar-mengajar matematika yang terputus-putus dapat mengganggu proses belajar-mengajar ini berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontiniu (Hudojo, 1988). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang akan lebih mudah untuk mempelajari sesuatu apabila belajar didasari pada apa yang telah diketahui sebelumnya karena dalam mempelajari materi matematika yang baru, pengalaman sebelumnya akan mempengaruhi kelancaran proses belajar matematika.

Pada dasarnya untuk mengembangkan penguasaan konsep yang baik dibutuhkan komitmen siswa dalam memilih belajar sebagai suatu yang bermakna, lebih dari hanaya menghafal, yaitu memebutuhkan kemauan siswa mencari hubungan konseptual antara pengetahuan yang dimiliki dengan yang sedang dipelajari di dalam kelas. Salah satu cara yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara bermakna adalah dengan penggunaan model pencapaian konsep. Pada prinsipnya model pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu model mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta siswa untuk mengamati data tersebut. Model ini membantu siswa pada semua usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipotesis. Model pencapaian konsep ini banyak menggunakan contoh dan non contoh. Ada tiga cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam membimbing aktifitas siswa yaitu: (a) Guru mendorong siswa untuk menyatakan pemikiran mereka dalam bentuk hipotesa, bukan dalam bentuk observasi ;(b) Guru menuntun jalan pikiran siswa ketika mereka menetapkan apakah suatu hipotesis diterima atau tidak; (c) Guru meminta siswa untuk menjelaskan mengapa mereka menerima atau menolak suatu hipotesis. Dahar (1989:132) menyatakan bahwa Belajar akan mempunyai kebermaknaan yang tinggi dengan menjelaskan hubungan antara konsep-konsep.

Untuk melihat apakah model pencapaian konsep efektif digunakan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa, khususnya pada materi Pangkat Rasional, Bentuk Akar, dan Logaritma di kelas X SMA, maka perlu diadakan suatu penelitian “Efektivitas Model Pencaian Konsep Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kreativitas Siswa di SMU Negeri 1 Batang Kuis.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Prestasi belajar matematika siswa masih rendah.

2. Banyak siswa belum memahami konsep dasar matematika.

3. Proses belajar masih bersifat konvensional, sehingga proses belajar mengajar tidak bermakna dan kurang berkesan bagi siswa, karena kemampuan guru mengelola pembelajaran belum sesuai harapan.

4. Siswa tidak tertantang mencari sendiri konsep matematika dan lebih cenderung pakum dan menerima bulat-bulat apa yang disampaikan oleh guru sehingga mudah lupa.

5. Aktivitas serta kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar, khususnya pada materi matematika tidak nampak.

6. Respon siswa terhadap matematika masih rendah.

C. Batasan Masalah

Berbagai masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas dan kompleks, serta cakupan materi matematika yang sangat banyak. Agar penelitian ini lebih fokus, maka masalah yang akan diteliti apada penelitian ini fokus pada:

1. efektivitas model pencapaian konsep meningkatkan pemahaman konsep dan kreativitas siswa pada materi pangkat rasional, bentuk akar, dan logaritma di kelas X SMA Negeri-1 Batang Kuis.

2. Penelitian ini menggunakan media petakonsep sebagai pengantar untuk setiap sub pokok bahasan sebagaimana tertera pada buku siswa dan buku guru. Sehingga media yang digunakan dalam penelitian ini adalah petakonsep, buku guru (BG), buku siswa (BS), dan lembar kerja siswa (LKS)

3. Untuk menyesuaikan model pembelajaran dan media yang yang digunakan maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ceramah, metode penemuan, dan metode diskusi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah model pencapaian konsep efektif meningkatkan pemahaman konsep dan kreativitas siswa ? pada materi pangkat rasional, bentuk akar, dan logaritma

2. Apakah pemahaman konsep dan kreativitas siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pencapaian konsep lebih baik dari pemahaman konsep dan kreativitas siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

Sesuai dengan rumusan masalah, beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran dalam menerapkan pembelajaran model pencapaian konsep?

2. Bagaimana kadar aktivitas siswa dalam pembelajaran Model pencapaian konsep memenuhi kriteria pencapaian efektivitas?

3. Bagaimana respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran Model Pencapaian Konsep?

4. Apakah pemahaman konsep dan kreativitasa siswa dengan pembelajaran Model Pencapaian Konsep memenuhi kriteria ketuntasan belajar?

5. Apakah pemahaman konsep dan kreativitas siswa yang mengikuti pembelajaran Model Pencapaian Konsep lebih baik dari pemahaman konsep dan kreativitas siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian.

. Sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran Model Pencapaian Konsep.

2. Mendeskripsikan kadar aktivitas siswa dalam pembelajaran Model Pencapaian Konsep.

3. Mendeskripsikan respon siswa tehadap komponen dan kegiatan pembelajaran Model Pencapaian Konsep.

4. Mengetahui pemahaman konsep dan kreativitas siswa dengan pembelajaran Model Pencapaian Konsep memenuhi kriteria ketuntasan belajar.

5. Mengetahui apakah hasil belajar siswa yang belajar dengan pembelajaran Model Pencapaian Konsep lebih baik dari hasil belajar siswa dengan pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian.

Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas dapat diperoleh manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Apabila pembelajaran Model Pencapaian Konsep dalam penelitian ini berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa, maka pembelajaran model pencapaian konsep dapat dijadikan sebagai alternatif salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, dan secara khusus memperbaiki hasil belajar matematika siswa.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi guru-guru SMA dalam pembelajaran jika menggunakan pembelajaran model pencapaian konsep serta dapat berguna bagi pengembang kurikulum matematika SMA.

3. Sebagai sumber informasi bagi sekolah perlunya merancang sistem pembelajaran model pencapaian konsep sebagai upaya mengatasi kesulitan belajar siswa guna meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

G. Asumsi dan Keterbatasan

Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa siswa yang menjadi subjek penelitian adalah sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tes hasil belajar, mengisi angket respon siswa. Guru dalam mengelola pembelajaran model pencapaian konsep adalah sungguh-sungguh melaksanakan pembelajaran. Dalam pembelajaran model pencapaian konsep dengan pokok bahasan bangun ruang sisi datar, penulis hanya menyajikan perangkat pembelajaran, yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran, buku guru, buku siswa, lembar aktivitas siswa. Sedangkan perangkat-perangkat yang lain seperti remedial, pengayaan, dan penuntun belajar lainnya tidak disajikan dalam penelitaian ini. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini, peneliti hanya dapat mengontrol aspek kemampuan awal siswa yang diuji sebelum materi pembelajaran diberikan. Dengan demikian hal ini merupakan keterbatasan peneliti.

H. Defenisi Operasional

Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemahaman konsep adalah suatu Pemahaman yang dilandasi oleh pengetahuan tentang mengapa konsep tertentu digunakan dalam memecahkan suatu masalah, serta sejauh mana siswa dapat menyelesaikan soal – soal dengan menggunakan konsep yang ben.

2. Pembelajaran model pencapaian konsep suatu model mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta siswa untuk mengamati data tersebut. Model ini membantu siswa pada semua usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipotesis. Model pencapaian konsep ini banyak menggunakan contoh dan non contoh.

3. Metode ceramah adala suatu metode yang bersifat penerangan dan penuturan yang dibrikan oleh guru secara lisan kepada siswa dimana dalam menyampakan penerangan dan penuturan tersebut guru dapat menggunakan alat bantu dan media sementara siswa mendengarkan dengan teliti apa yang disampaikan oleh guru serta mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan olehguru (Surachmad dalam Suryosubroto, 2002:165).

4. Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, dan menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah dimana perbincangan tersebut berupa kelompok-kelompok siswa(Suryosubroto, 2002:179).

5. Metode penemuan adalah suatu metode mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi objek, dan lain-lain percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sebelum siswa sadar akan pengertian, guru tidak menjelaskan dengan kata-kata.

6. Dalam penelitian ini kreativitas dimasudkan sebagai kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah matematika dengan membuat model matematika menurut ide mereka dan cara penyelesaian yang relatif baru, siswa selalu berusaha menyelesaikan masalah matematika. Kemampuan siswa untuk menemukan alternatif jawaban lain dari permasalahan matematika juga mepukan ciri kreativitas siswa.

7. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah suatu pola pembelajaran yang biasa diterapkan dilapangan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dan menggunakan buku paket, LKS yang disarankan untuk dimiliki.

8. Media Petakonsep adalah hubungan yang bermakna antar konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi merupakan dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan kata-kata dalam unit semantik

9. Keefektifan pembelajaran adalah seberapa besar apa yang telah direncanakan dapat tercapai setelah selesai pembelajaran. Keefektifan pembelajaran ini ditentukan berdasarkan pencapaian ketuntasan belajar siswa secara klasikal, pencapaian efektivitas aktivitas siswa, pencapaian efektivitas kemampuan guru mengelola pembelajaran, respon siswa terhadap pembelajaran.

10. Rencana pembelajaran adalah suatu pedoman bagi guru dalam mengoperasionalkan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan secara efektif dan efisisen. Dengan sistim pendukung antara lain, Buku Guru (BG), Buku Siswa (BS), Lembar Kegiatan Siswa (LKS).

11. Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dan guru, siswa dan siswa dalam pembelajaran model pencapaian konsep yang diukur dengan instrumen lembar pengamatan aktivitas siswa. Kadar aktivitas siswa adalah seberapa besar persentase waktu yang digunakan oleh siswa untuk melakukan setiap indikator/kategori aktivitas siswa.

12. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran adalah pendapat senang/tidak senang dan baru/tidak baru terhadap komponen pembelajaran yang dikembangkan, kesediaan siswa mengikuti pembelajaran model pencapaian konsep pada kegiatan pembelajaran berikutnya, serta komentar siswa terhadap penampilan guru dalam pembelajaran. Respon siswa diukur dengan menggunakan instrumen respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran.

13. Kemampuan guru mengelola pembelajaran model pencapaian konsep adalah ketrampilan guru dalam melaksanakan setiap tahap-tahap pembelajaran yang diukur melalui lembar pengamatan pembelajaran model pencapaian konsep.

14. Hasil belajar adalah penguasaan atau daya serap siswa melalui pemecahan masalah terhadap materi ajar bangun ruang sisi datar.

untuk mengetahui lebih lanjut, silahkan klik alamat dibawah ini.

https://sites.google.com/site/tesisadi1/download