Kamis, 30 Mei 2013

MODEL PEMBELAJARAN (PENCAPAIAN KONSEP DAN BERPIKIR INDUKTIF)

OLEH : Armstrong


PENDAHULUAN

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce, 1992). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

Joyce & Weil (1992) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk mernbentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pendidikan.

Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan, teori-¬teori psikologis, sosiologis, psikiatri, analisis sistem, atau teori-teori lain (Joyce & Weil, 1992), Lebih lanjut Joyce & Weil mempelajari model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran; 1. model interaksi sosial, 2. model pemrosesan informasi, 3. model personal (personal models), dan 4. model modifikasi tingkah laku (behavioral).

Model pemrosesan informasi ditekankan pada pengambilan, penguasaan, dan pemrosesan informasi. Model ini lebih memfokuskan pada fungsi kognitif peserta didik.

Model ini didasari oleh teori belajar kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan peserta didik memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemrosesan Informasi merujuk pada cara mengumpulkan/menerima stimuli dari lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep, dan menggunakan simbol verbal dan visual. Teori pemrosesan informasi/kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985). Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil komulatif dari pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal (keadaan individu, proses kognitif) dan kondisi-kondisi eksternal (rangsangan dari lingkungan). Interaksi antar keduanya akan menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (human capitalities) yang terdiri dari: (1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) kecakapan motorik.

Ada beberapa model yang termasuk ke dalam pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Model Perolehan Konsep, tokohnya adalah Jerome Brunner.

2. Model Berpikir Induktif, tokohnya adalah Hilda Taba,

PEMBAHASAN

  1. Pencapaian Konsep
    1. Pengertian Model Pencapaian Konsep
      Pembelajaran model pencapaian konsep adalah suatu strategi mengajar bersifat induktif didefinisikan untuk membantu siswa dari semua usia dalam memperkuat pemahaman mereka terhadap konsep yang dipelajari dari melatih menguji hipotesis. Model tersebut pertama kali diciptakan oleh Joyce dan Weil (dalam Gunter, Este, dan Schwab, 1990: 1972) yang berpijak pada karya Bruner, Goodnow, dan Austin. Model pencapaian konsep bermanfaat untuk memberikan pengalaman metode sains kepada para siswa dan secara khusus menguji hipotesis.
      Ada dua peran pokok guru dalam pembelajaran model pencapaian konsep yang perlu diperhatikan, adalah :
      a. Menciptakan suatu lingkungan sedemikian hingga siswa merasa bebas
      untuk berpikir dan menduga tanpa rasa takut dari kritikan atau ejekan.
      b. Menjelaskan dan mengilustrasikan bagaimana model pencapaian konsep itu
      seharusnya berlangsung, membimbing siswa dalam proses itu, membantu
      siswa menyatakan dan menganalisis hipotesis, dan mengartikulasi pemikiran-pemikiran mereka.
      Dalam membimbing aktifitas itu tiga cara penting yang dapat dilakukan oleh guru.
      • Pertama guru mendorong siswa untuk menyatakan pemikiran mereka dalam
      bentuk hipotesis, bukan dalam bentuk observasi.
      • Kedua guru menuntun jalan pikiran siswa ketika mereka menetapkan apakah
      suatu hipotesis diterima atau tidak.
      • Ketiga guru meminta siswa untuk menjelaskan mengapa (Why) mereka
      menerima atau menolak suatu hipotesis.

2. Tujuan-tujuan Penggunaan Model Pencapaian Konsep


Penerapan pembelajaran model konsep mengandung dua tujuan utama yaitu :
1. Tujuan Isi

Tujuan isi model konsep menurut Eggen dan Kauchak (1998) bahwa, lebig efektif untuk memperkaya suatu konsep dari pada belajar pemula (initial learning). Dan juga akan efektif dalam membantu siswa memahami hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang terkait erat dan digunakan dalam bentuk review. Dengan kata lain, penggunaan model ini akan lebih efektif jika siswa sudah memiliki pengalaman tentang konsep yang akan dipelajari itu. Bukan siswa yang benar-benar baru mempelajari konsep tersebut.

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan model pencapaian konsep berkaitan dengan tujuan isi tersebut, yaitu :
1. Model pencapaian konsep didesain khusus untuk mengajarkan konsep secara eksklusif. Jadi berfokus semata-mata pada pembelajaran konsep.
2. Siswa yang diajari suatu konsep dengan menggunakan model pencapaian konsep harus memiliki latar belakang pengetahuan tentang konsep tersebut

.

2. Tujuan pengembangan berpikir keritis siswa

Model pencapaian konsep lebih memfokuskan pada pengembangan berpikir keritis siswa dalam bentuk menguji hipotesis. Dalam pembelajaran harus ditekankan pada analisis siswa terhadap hipotesis yang ada dan mengapa hipotesis itu diterima, dimodifikasi, atau ditolak. Siswa harus dilatih dalam menciptakan jenis-jenis kesimpulan, seperti membuat contoh penyangkal atau non-contoh, dan sebagainya.

Oleh karena itu, tujuan pembelajaran harus ditekankan pada dua aspek tersebut, yaitu pengembangan konsep dan relasi-relasi antara konsep yang terkait erat, serta latihan berpikir keritis terutama salam merumuskan dan menguji hipotesis. Aspek penting dalam perencanaan pelajaran adalah guru harus mengetahui persis apa yang diinginkan dari siswanya.


3. Merencanakan Pelajaran Model Pencapaian Konsep

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang pelajaran menggunakan model pencapaian konsep adalah sebagai berikut :

  1. Menetapkan materi
    Seperti halnya dengan model-model pembelajaran yang lain, ketika akan menerapkan model pencapaian konsep guru harus menetapkan materi-materi yang akan diajarkan. Materi dalam hal ini bentuknya adalah konsep (bukan generalisasi, rumus, atau prinsip). Konsep yang akan dijarkan itu sebaiknya bukan baru sama sekali bagi siswa. Harus diingat bahwa model ini akan lebih efektif bila siswa yang akan diaja itu memiliki beberapa pengalaman tentang konsep yang akan diajarkan.
    1. Pentingnya tujuan pembelajaran yang jelas
      Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan penggunaan model pencapaian konsep mencakup membantu siswa mengembangkan konsep dan relasi-relasi antara konsep itu dan memberikan latihan kepada mereka tentang proses berpikir keritis terutama dalam peumusan dan pengujian hipotesis.

3. Memilih contoh dan non-contoh

Faktor yang paling penting dalam memilih contoh adalah mengidentifikasi contoh-contoh yang paling baik mengilustrasikan konsep tersebut. Disamping itu, contoh yang dipilih juga harus dapat memperluas pemikiran siswa tentang konsep yang diajari itu sebagai contoh. Hal yang lain juga perlu diperhatikan dalam memilih contoh adalah tidak memilih contoh yang terisolasi dari konteks. Artinya contoh yang dipilih harus ada dalam lingkungan dimana siswa beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari ataupun yang ada dalam jangkauan pemikirannya. Selain memilih contoh positif, guru juga menyiapkan contoh-contoh negatif atau non-contoh. Dalam memilih contoh negatif, diupayakan merubah karakteristikesensial menjadi karakteristik non esensial pada konsep yang akan diajarkan dan menyajikan semua hal-hal yang bukan merupakan karakteristik esensial konsep itu.

  1. Mengurutkan contoh
    Setelah memilih contoh dan non-contoh, tugas akhir dalam merencanakan pelajaran adalah bagaimana mengurutkan contoh dan non-contoh itu. Jika pengembangan berpikir keritis menjadi tujuan penting bagi guru, contoh-contoh itu harus diurutkan sedemikian sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir keritis mereka. Menunjukkan secara cepat atau lengsung makna dari konsep yang diajarkan, tidak memberi kesempatan kepada siswa dalam melakukan analisis dan akibatnya tidak menghasilkan pemahaman yang sangat dalam terhadap konsep yang dikaji. Dalam mengurutkan conth, guru dapat melakukan dengan menyajikan dua atau lebih contoh positifm kemudian diikuti dua atau lebih contoh negatif (non-contoh).

4. Model Pembelajaran Pencapaian Konsep (Concept Attainment)

Model pembelajaran concept attainment dilakukan melalui fase-fase yang dikemas dalam bentuk sintaks. Adapun sintaksnya dibagi ke dalam tiga fase, yakni (1) Presentasi Data dan Identifikasi Data; (2) menguji pencapaian dari suatu konsep; dan (3) analisis berpikir strategi.


Fase I: Presentasi Data dan Identifikasi Data


Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:

1. Guru mempresentasikan contoh-contoh yang sudah diberi nama      
    (berlabel),

2. Guru meminta tafsiran siswa

3. Guru meminta siswa untuk mendefinisikan

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Siswa membandingkan contoh-contoh positif dan contoh-contoh 
    negatif,

2. Siswa mengajukan hasil tafsirannya,

3. Siswa membangkitkan dan menguji hipothesis,

4. Siswa menyatakan suatu definisi menurut atribut essensinya

Fase II: Menguji Pencapaian dari suatu Konsep

Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:

1.Guru meminta siswa untuk mengidentifikasi contoh-contoh 
    tambahan yang tidak bernama,

2.Guru menkonfirmasikan hipothesis, nama-nama konsep, dan 
    menyatakan kembali definisi menurut atribut essensinya,

3. Guru meminta contoh-contoh lain

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Siswa member contoh-contoh,

2. Siswa member nama konsep,

3. Siswa mencari contoh lainnya

Fase III: Analisis Startegi Berpikir

Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:

1. Guru bertanya mengapa dan bagaimana

2. Guru membimbing diskusi

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Siswa menguraikan pemikirannya,

2. Siswa mendiskusikan peran hipothesis dan atributnya,

3. Siswa mendiskusikan berbagai pemikirannya

  1. Berpikir Induktif
    1. Pengertian Model Berpikir Induktif
      Model pembelajaran berpikir induktif merupakan karya besar Hilda Taba. Suatu strategi mengajar yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah informasi.
      Model ini dikembangkan atas dasar beberapa postulat sebagai berikut:
      a. Kemampuan berpikir dapat diajarkan;.
      b. Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data. Artinya, dalam seting kelas, bahan-bahan ajar merupakan sarana bagi siswa untuk mengembangkan operasi kognitif tertentu. Dalam seting tersebut, mana siswa belajar mengorganisasikan fakta ke dalam suatu sistem konsep, yaitu (a) saling menghubung-hubungkan data yang diperoleh satu sama lain serta membuat kesimpulan berdasarkan hubungan-hubungan tersebut, (b) menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang telah diketahuinya dalam rangka membangun hipotesis, dan (c) memprediksi dan menjelaskan suatu fenomena tertentu. Guru, dalam hat ini, dapat membantu proses internalisasi dan konseptualisasi berdasarkan informasi tersebut;
    c. Proses berpikir merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan (lawful).
    Artinya, agar dapat menguasai keterampilan berpikir tertentu, prasyarat tertentu harus dikuasai terlebih dahulu, dan urutan tahapan ini tidak bisa dibalik. Oleh karenanya, konsep tahapan beraturan ini memerlukan strategi mengajar tertentu agar dapat mengendalikan tahapan-tahapan tersebut.
    2. Prosedur Pembelajaran
    Postulat yang diajukan Taba di atas menyatakan bahwa keterampilan berpikir harus diajarkan dengan menggunakan strategi khusus. Menurutnya, berpikir induktif melibatkan tiga tahapan dan karenanya ia mengembangkan tiga strategi cara mengajarkannya. Strategi pertama adalah pembentukan konsep (concept formation) sebagai strategi dasar; kedua, interpretasi data (data interpretation); dan ketiga adalah penerapan prinsip (application of principles).
    Strategi 1: Pembentukan Konsep
    Tahapan pertama ini terdiri dari tiga langkah yaitu
    1. mengidentifikasi data yang relevan dengan permasalahan,
    2. mengelompokkan data atas dasar kesamaan karakteristik dan
    3. membuat kategori serta memben label, pada kelompok-kelompok data yang memiliki kesamaan karakteristik.
    Strategi 2: Interpretasi Data
    Strategi kedua ini merupakan cara mengajarkan bagaimana menginterpretasi dan menyimpulkan data. Sama halnya dengan strategi pertama (pembentukan konsep), cara ini dapat , dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu.
    Strategi 3: Penerapan Prinsip
    Strategi 3 merupakan kelanjutan dari strategi pertama dan kedua. Setelah siswa dapat merumuskan suatu konsep, menginterpretasikan dan menyimpulkan data, selanjutnya mereka diharapkan dapat menerapkan suatu prinsip tertentu ke dalam suatu situasi permasalahan yang berbeda.. Atau siswa diharapkan dapat menerapkan suatu prinsip untuk menjelaskan suatu fenomena baru.
    3. Aplikasi
    Model pembelajaran berfikir induktif
    ditujukan untuk membangun mental kognitif. Karenanya sangat sesuai untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Namun demikian, strategi ini .sangat membutuhkan banyak informasi yang harus digali oleh siswa. Kelebihan. lain dari model ini, walaupun sangat sesuai untuk “social study” tapi juga dapat digunakan untuk semua mata pelajaran, seperti sains, bahasa dan lain-lain. Satu hal lagi yang tak kalah penting, model ini juga secara tidak langsung dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.
    KESIMPULAN


Berdasarakan uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan:

  1. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
  2. Ada beberapa model yang termasuk ke dalam pendekatan pembelajaran pemrosesan informasi, di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Model Perolehan Konsep, tokohnya adalah Jerome Brunner.
  • Model Berpikir Induktif, tokohnya adalah Hilda Taba,

  1. Pembelajaran model pencapaian konsep adalah suatu strategi mengajar bersifat induktif didefinisikan untuk membantu siswa dari semua usia dalam memperkuat pemahaman mereka terhadap konsep yang dipelajari dari melatih menguji hipotesis.
  2. Model pembelajaran berpikir induktif merupakan model pembelajaran yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah informasi yang bertujuan untuk membangun mental kognitif.
    Model pembelajaran concept attainment dibangun berkaitan dengan studi berpikir siswa yang dilakukan oleh Bruner, Goodnow, dan Austin (1967). Model pembelajaran concept attainment ini relatif berkaitan erat dengan model pembelajaran induktif. Baik model pembelajaran concept attainment dan model pembelajaran induktif, keduanya didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan konsep, pengajaran konsep dan untuk menolong siswa menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep. Model pembelajaran concept attainment merupakan metode yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium perkembangan konsep. Model pembelajaran concept attainment ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep.
    Joyce, B.(2000:p.143) menyatakan bahwa, “Pembelajaran concept attainment mempertajam dasar keterampilan berpikir.” Dari pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran concept attainment terkandung di dalamnya pengajaran berpikir siswa, karena di dalam model pembelajaran concept attainment ada beberapa tahapan-tahapan yang musti dilewati, seperti mengkatagorisasi, pembentukan konsep dengan memperhatikan berbagai macam attribute-nya (seperti attribute essensial, attribute value, attribute kritis, dan attribute variable).
    Penggunaan model pembelajaran concept attainment diawali dengan pemberian contoh-contoh aplikasi konsep yang akan diajarkan, kemudian dengan mengamati contoh-contoh dan menurunkan definisi dari konsep-konsep tersebut. Hal yang paling utama yang musti diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan model pembelajaran ini adalah pemilihan contoh yang tepat untuk konsep yang diajarkan, yaitu contoh tentang hal-hal yang akrab dengan siswa. Pada prinsipnya, model pembelajaran concept attainment adalah suatu strategi mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan cara menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta kepada siswa untuk mengamati data atau contoh tersebut. Atas dasar pengamatan ini akan terbentuk abstraksi. Model pembelajaran concept attainment ini dapat membantu siswa pada semua tingkatan usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipothesis.
    Bruner, Goodnow, dan Austin (1967: p.233) menyatakan bahwa, “pembelajaran concept attainment adalah mencari dan mendaftar attribute-attribute yang dapat digunakan untuk menetapkan contoh-contoh (exemplars) dan bukan contoh-contoh (non-Exemplars) dari berbagai katagori.” Sedangkan pembentukan konsep (concept formation), merupakan dasar daripada model pembelajaran induktif. Pembelajaran concept attainment membutuhkan keputusan yang mendasar terhadap katagori-katagori yang akan dibangun, membutuhkan seorang siswa agar mampu menggambarkan suatu atribut dari suatu katagori yang siap dibentuk dalam otak siswa melalui pola membandingkan dan membedakan contoh-contoh (disebut exemplars) yang di dalamnya terkandung karakteristik-karakteristik (atribut) dari suatu konsep dengan contoh-contoh yang tidak mengandung atribut.
    Untuk melakukan pembelajaran dari model concept attainment, kita butuh 20 pasang siswa dan apabila konsepnya banyak dan lebih kompleks, tentunya butuh banyak pasangan siswa. Proses pembelajaran concept attainment dimulai dengan pertanyaan yang ditujukan kepada siswa untuk meneliti dengan cermat suatu kalimat dan siswa memberikan perhatian yang serius terhadap kata-kata yang telah digarisbawahi. Kemudian seorang guru mengintruksikan kepada siswanya untuk membandingkan dan mengkontraskan fungsi dari exemplar positif dan exemplar negatif. Exemplar positif mengandung sesuatu aktivitas kerja yang sudah biasa dilakukan oleh siswa dalam membuat kalimat. Exemplar negatif tidak melakukan kerja yang berbeda.
    Pembelajaran pencapaian konsep (concept attainment) banyak melibatkan operasi mental siswa. Dalam hal ini metode ilmiah dibutuhkan untuk mengidentifikasi operasi mental siswa, terutama untuk pencapaian konsep dalam waktu singkat, meliputi analisis tingkah laku, observasi dan bertanya musti dilakukan sebagai tugas dalam pembelajaran. Analisis tingkah laku didasarkan pada uji operasi mental siswa. Siswa diinstruksikan untuk membuat catatan-catatan tentang apa yang mereka percayai tentang exemplar yang sudah dimilikinya. Kemudian, guru memberikan beberapa set exemplar dan bertanya pada mereka apakah mereka masih memiliki ide yang sama. Jika tidak, guru bertanya apa yang sedang mereka pikirkan?. Guru meneruskan untuk mempresentasikan exemplar-exemplar sehingga sebagian besar siswa memiliki suatu ide yang mereka pikir akan menahan kecermatan penelitiannya. Pada saat itu, guru bertanya kepada salah satu siswa untuk menggabungkan ide teman-temannya dan bagaimana cara teman-temannya dalam menggabungkan ide-idenya.
    Klausmeier, H.J. (1980: 26) menyatakan bahwa,
    “Bahwa ada empat tingkat pencapaian konsep. Tingkat-tingkat ini muncul dalam urutan yang berbeda-beda. Orang sampai pada pencapaian konsep tingkatan tertinggi dengan kecepatan yang berbeda-beda, dan ada konsep-konsep yang tidak pernah tercapai pada tingkat yang tertinggi. Konsep-konsep yang berbeda dipelajari pada usia yang berbeda pula.”
    Berdasarkan teori perkembangan Piaget kita memahami bahwa anak-anak pada usia dini baru dapat belajar konsep-konsep yang bersifat konkret, sedangkan konsep-konsep yang lebih abstrak dapat dipelajari setelah usia dewasa atau setelah mencapai tingkat operasional formal.





    Pembelajaran konsep memberikan suatu perubahan untuk menganalisis proses berpikir siswa dan untuk membantu siswa mengembangkan strategi belajar yang efektif. Pendekatan ini dapat melibatkan berbagai macam derajat partisipan siswa dan kontrol siswa, serta material dari berbagai kompleksitas.
    Dalam pembelajaran concept attainment menggunakan istilah-istilah seperti exemplar dan atribut, kedua istilah tersebut bertujuan untuk menguraikan aktivitas katagori dan pencapaian konsep. Derivat dari studi yang telah dilakukan oleh Bruner tentang konsep dan bagaimana siswa mencapai konsep, setiap istilah memiliki pengertian dan fungsi tertentu dalam semua bentuk pembelajaran konseptual, terutama pembelajaran concept attainment.
    Ada dua hal penting dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran concept attainment (pencapaian konsep) yaitu;
    (1) menentukan tingkat pencapaian konsep, dan
    (2) analisis konsep.
    1. Menentukan Tingkat Pencapaian Konsep
    Tingkat pencapaian konsep (concept attainment) yang diharapkan dari siswa sangat tergantung pada kompleksitas dari konsep, dan tingkat perkembangan kognitif siswa. Ada siswa yang belajar konsep pada tingkat konkret rendah atau tingkat identitas, ada pula siswa yang mampu mencapai konsep pada tingkat klasifikatori atau tingkat formal.
    Telah dipahami bahwa tingkat-tingkat perkembangan kognitif Piaget dapat membimbing guru untuk menentukan tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan. Sebagian besar dari konsep-konsep yang dipelajari selama tingkat perkembangan pra-operasional merupakan konsep-konsep pada tingkat konkret dan identitas. Selama tingkat operasional konkret, dapat diharapkan tingkat pencapaian klasifikatori. Sedangkan tingkat pencapaian konsep formal dapat diharapkan apabila pengajaran yang tepat diberikan pada siswa yang telah mencapai perkembangan operasional formal. Tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan tercermin pada tujuan pembelajaran yang dirumuskan sebelum proses belajar-mengajar dimulai.
    2. Analisis Konsep
    Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk membantu guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran concept attainment. Untuk melakukan analisis konsep guru hendaknya memperhatikan beberapa hal antara lain:
    (1) nama konsep,
    (2) attribute-attribute kriteria dan attribute-attribute variabel dari konsep,
    (3) definisi konsep,
    (4) contoh-contoh dan noncontoh dari konsep, dan
    (5) hubungan konsep dengan konsep-konsep lain.
    EXEMPLAR
    Secara essensi, exemplar adalah suatu subset dari koleksi data atau suatu data set. Katagori adalah subset atau koleksi sampel yang terbangun dari satu atau beberapa karakteristik yang terpisah dari lainnya. Karakteristik ini dengan membandingkan exemplar positif dan mengkontraskan exemplar positif dengan exemplar negatif dari suatu konsep atau katagori yang telah dipelajari.
    ATTRIBUTE
    Semua item data memiliki ciri-ciri, dan ciri-ciri itulah sebagai suatu attribute . Contoh: sel. Sel memiliki nucleus, mitokondria, lisosome, ribosom, badan golgi, vacuola, mikrotubuli, dan mikrofilamen. Setiap organella di dalam sel memiliki ciri-ciri tertentu, tetapi kerja di antara organella saling bergantung dan organella dari suatu sel tidak dapat bekerja sama dengan organella dari sel lainnya.
    Attribute essensial adalah attribue kritis terhadap suatu domain. Exemplar dari suatu katagori memiliki banyak attribute lain yang mungkin tidak relevan dengan katagorinya sendiri. Contoh vacuola, di dalamnya memiliki berbagai zat kimia, tetapi tidak relevan dengan definisi sel. Attribute penting lainnya adalah attribute value. Attribute value, attribute ini mengacu kepada degree (tingkatan)
    MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT
    Model pembelajaran concept attainment dilakukan melalui fase-fase yang dikemas dalam bentuk sintaks. Adapun sintaksnya dibagi ke dalam tiga fase, yakni (1) Presentasi Data dan Identifikasi Data; (2) menguji pencapaian dari suatu konsep; dan (3) analisis berpikir strategi.
    Fase I: Presentasi Data dan Identifikasi Data
    Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:
    1. Guru mempresentasikan contoh-contoh yang sudah diberi nama (berlabel),
    2. Guru meminta tafsiran siswa
    3. Guru meminta siswa untuk mendefinisikan
    Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
    1. Siswa membandingkan contoh-contoh positif dan contoh-contoh negatif,
    2. Siswa mengajukan hasil tafsirannya,
    3. Siswa membangkitkan dan menguji hipothesis,
    4. Siswa menyatakan suatu definisi menurut atribut essensinya
    Fase II: Menguji Pencapaian dari suatu Konsep
    Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:
    1. Guru meminta siswa untuk mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak bernama,
    2. Guru menkonfirmasikan hipothesis, nama-nama konsep, dan menyatakan kembali definisi menurut atribut essensinya,
    3. Guru meminta contoh-contoh lain
    Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
    1. Siswa member contoh-contoh,
    2. Siswa member nama konsep,
    3. Siswa mencari contoh lainnya
    Fase III: Analisis Startegi Berpikir
    Langkah-langkah kegiatan mengajar sebagai berikut:
    1. Guru bertanya mengapa dan bagaimana
    2. Guru membimbing diskusi
    Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
    1. Siswa menguraikan pemikirannya,
    2. Siswa mendiskusikan peran hipothesis dan atributnya,
    3. Siswa mendiskusikan berbagai pemikirannya
    SINTAK
    Pada fase I, guru mempresentasikan data kepada siswa. Setiap unit data contoh dan non-contoh setiap konsep dipisahkan. Unit-unit dipresentasikan dengan cara berpasangan. Data dapat berupa peristiwa, masyarakat, objek, ceritera, gambar atau unit lain yang dapat dibedakan. Pembelajar (siswa) diberi informasi bahwa semua contoh positif biasanya memiliki satu ide. Tugas siswa adalah mengembangkan suatu hipothesis tentang hakekat konsep. Contoh-contoh dipaparkan dan disusun serta diberi nama dengan kata “yes” atau “no”. Siswa bertanya untuk membandingkan dan menjastifikasi atribut tentang perbedaan contoh-contoh.
    Akhirnya, siswa ditanya tentang nama konsep-konsepnya dan menyataka aturan yang telah dibuatnya atau mendefinisikan konsepnya menurut attribute essensialnya. (hipothesisnya tidak perlu dikonfirmasikan hingga fase berikutnya; siswa mungkin tidak mengetahui nama-nama beberapa konsep, tetapi nama-nama dapat diberitahukan apabila konsepnya sudah dikonfirmasikan).
    Pada fase II, siswa menguji pencapaian tentangn konsepnya, pertama dengan cara mengidentifikasi secara benar contoh-contoh tambahan yang belum diberi nama dan kemudian membangkitkan contoh-contohnya sendiri. Setelah itu, guru (dan siswa) mengkonfirmasikan keaslian hipothesisnya, merevisi pilihan konsep atau attribute yang dibutuhkannya.
    Pada fase III, siswa mulai menganalisis strategi konsep-konsep yang telah tercapai. Siswa disarankan mengkonstruk konsepnya. Siswa dapat menjelaskan pola-polanya, apakah siswa berfokus pada atribut atau konsep, apakah mereka melakukan satu kali atau beberapa kali, dan apa yang terjadi apabila hipothesisnya tidak terkonfirmasi. Mereka melakukan suatu perubahan strategi? Secara bertahap, mereka dapat membandingkan keefektifan dari perbedaan strateginya.
    SISTEM SOSIAL
    Sebelum guru melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran conjcept attainment, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengorganisir materi ajar ke dalam contoh positif dan contoh negatif, serta merangkaikan contoh-contoh. Umumnya materi eplajaran, terutama buku-buku teksbook tidak didesain untuk pembelajaran konsep.
    Guru dalam pengajarfan model pembelajaran concept attainment harus terlebih dahulu mempersiapkan contoh-contoh, mengekstrak ide-ide dan material dari buku-buku teks dan sumber lainnya, dan mendesain material dan ide-ide itu ke attribute yang jelas, dan bahkan membuat contoh-contoh positif dan negatif dari suatu konsep. Apabila guru menggunakan model pembelajaran concept attainment, aktivitas guru adalah merekam hipothesis siswa. Guru juga memberikan bantuan contoh-contoh tambahan. Ada tiga hal penting yang dilakukan oleh seorang guru dalam melakukan aktivitas concept attainment, yaitu melakukan perekaman, memberikan isyarat, dan menghadirkan data tambahan. Langkah awal dalam melakukan model pembelajaran concept attainment adalah membantu siswa memberikan contoh konsep yang sudah terstruktur dengan benar. Dalam model pembelajaran concept attainment, prosedur pembelajaran kooperatif dapat juga digunakan.
    PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN REAKSI
    Selama pembelajaran berlangsung, guru mendukung hipothesis siswa, dengan memberikan penekanan, apapun bentuk hipothesis siswa itu, dan menciptakan dialog yang kondusif untuk menguji hipothesis siswa, walaupun hipothesis siswa tersebut berlawanan dengan hipothesis siswa lainnya. Pada fase akhir dari model pembelajaran concept attainment ini, guru musti mampu merubah perhatian siswa terhadap analisis konsep dan strategi berpikirnya, kemudian guru kembali menjadi sangat mendukung hipothesis siswa. Akhirnya, guru musti mampu mendorong analisis siswa.
    Sesungguhnya, prinsip-prinsip pengelolaan dari model pembelajaran concept attainment ini sebagai berikut: (1) memberikan dukungan hipothesis yang diajukan siswa melalui diskusi terlebih dahulu; (2) memberikan bantuan kepada siswa dalam mempertimbangkan keputusan hipothesisnya; (3) memusatkan perhatian siswa kepada contoh-contoh yang khusus; dan (4) memberikan bantuan kepada siswa dalam menilai strategi berpikirnya.
    SISTEM PENDUKUNG
    Dalam pelajaran concept attainment membutuhkan presentasi kepada siswa tentang exemplar positif dan negatif. Dalam hal ini menekankan kepada siswa, bahwa pekerjaan siswa dalam pengajaran concept attainment adalah bukan pada penemuan konsep-konsep baru, tetapi bagaimana mencapai konsep yang telah dipilih guru. Oleh karena itu, sumber data dibutuhkan untuk diketahui terlebih dahulu dan attribute-nya dapat dilihat. Apabila siswa dipresentasikan dengan contoh-contoh, maka siswa tersebut menguraikan karakteristik dari contoh-contoh itu (atribut), dan kemudian menyimpan di dalam otaknya.
    STRATEGI CONCEPT ATTAINMENT
    Apa yang akan dipikirkan siswa ketika mereka sedang membandingkan dan membedakan contoh-contoh? Hipotesis macam apa yang terpikirkan oleh mereka dalam tingkat permulaan dan bagaimana mereka memodifikasi dan mengujinya? Untuk menjawab pertanyaan itu, tiga faktor penting yang perlu diketahui yaitu :
    (1) kita akan mengkonstruk latihan-latihan pencapaian konsep bahwa kita dapat belajar bagaimana siswa berpikir?,
    (2) siswa tidak hanya dapat menggambarkan bagaimana mereka memperoleh konsep, tetapi mereka dapat lebih efisien untuk mengubah strategi dan pembelajaran mereka dengan menggunakan sesuatu yang baru,
    (3) mengubah cara kita memberikan informasi dan memodifikasi sedikit model, kita dapat mempengaruhi bagaimana siswa akan memproses informasi (Joyce, 2000).
    Lebih lanjut dijelaskan ada dua cara kita memperoleh informasi mengenai cara siswa memperoleh konsep (attaint concept) yaitu;
    (1) sesudah konsep telah diperoleh, kita dapat mengatakan kepadanya untuk menceritakan pemikiran mereka sebagai proses latihan,
    (2) dapat dengan mendiskusikan strategi apa yang ditemukan siswa dan bagaimana mereka memperoleh
    Menurut Dahar, R.W. (1996) ada dua pendekatan teori mengenai belajar konsep yaitu;
    (1) melalui pendekatan perilaku, dan
    (2) pendekatan kognitif.
    Caroll (Dahar,R.W.1996) lebih menekankan perbedaan belajar konsep dalam laboratorium dan belajar konsep di sekolah. Lebih lanjut Caroll mengemukakan perbedaan-perbedaan dalam kedua proses tersebut sebagai berikut:
    * Kedua bentuk konsep berbeda dalam sifat. Konsep yang biasanya dipelajari di sekolah biasanya benar-benar merupakan konsep baru, bukan suatu kombinasi dari atribut-atribut yang dikenal.
    * Konsep-konsep yang dipelajari di sekolah tergantung pada attribute-attribute yang berupa konsep-konsep sulit. Lagi pula konsep-konsep di sekolah biasanya bersifat verbal, dan tidak dapat disajikan secara konkret.
    * Studi di laboratorium menekankan pada belajar konsep-konsep konjuktif, sudah dibuktikan mudah untuk dipelajari daripada konsep-konsep disjunktif atau konsep-konsep relasional.
    * Studi di laboratorium pada umumnya menekankan pada pendekatan-pendekatan induktif tentang belajar konsep-konsep, sedangkan di sekolah sebagian besar dipelajari secara deduktif.
    Dalam artikelnya Caroll menyarankan, bahwa pendekatan kombinasi antara induktif dan deduktif akan lebih baik jika hanya menggunakan salah satu dari pendekatan itu.
    ________________________________________________________________

    PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PENCAPAIAN KONSEP TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA
    BAB I
    PENDAHULUAN
    A. Latar Belakang Masalah
    Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang kemajuan bangsa di masa depan. Melalui pendidikan, manusia sebagai subjek pembangunan dapat dididik, dibina dan dikembangkan potensi-potensinya. Sehingga pemerintah-pun memberikan perhatian besar terhadap pelaksanaan program pendidikan di Indonesia. Hal ini terbukti bahwa pelaksanaan pendidikan di Indonesia telah diatur dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945), yakni pemerintah Indonesia turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
    Proses pembelajaran merupakan suatu fase dari rangkaian pelaksanaan pendidikan yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Sekarang ini, masih banyak guru yang memandang bahwa pembelajaran adalah transformasi ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran masih terjadi interaksi yang lemah dengan pemprosesan kognitif yang terjadi pada siswa, sedangkan keterampilan proses kurang dikembangkan pada siswa. Dalam pembelajaran matematika, hal ini menjadikan mata pelajaran matematika menjadi kurang menarik dan dianggap sulit oleh siswa. Seperti yang dikatakan Ruseffendi “terdapat banyak anak-anak yang setelah belajar matematika bagian yang sederhanapun banyak yang tidak difahaminya, banyak konsep yang difahami secara keliru. Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan”1.
    Anggapan di atas sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Mutu pendidikan dapat dilihat dari mutu sumber daya manusianya. Sampai saat ini masyarakat masih beranggapan keberhasilan pendidikan diukur oleh hasil tes saja, sedangkan proses pembelajaran di dalam kelas kurang mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun orang tua. Hal yang masih sangat
    dipentingkan sampai saat ini adalah hasil Ujian Nasional, seharusnya proses pembelajaran di dalam kelas yang lebih dipentingkan dan hasil tes merupakan akibat dari proses pembelajaran tersebut.
    Pada proses pembelajaran matematika, biasanya guru cenderung untuk menjelaskan maupun memberitahukan segala sesuatunya kepada siswa, sehingga siswa menjadi tidak terbiasa belajar lebih aktif. Hal ini menunjukkan bahwa peran guru sangat penting dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, dan dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan disekolah sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelolah proses belajar mengajar, memilih model pembelajaran yang tepat dan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Agar siswa mampu mencapai pengetahuan mengenai konsep-konsep maupun prinsip-prinsip yang mendasarinya, maka guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif agar proses pembelajaran berjalan efektif.
    Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang berkembang amat pesat baik dari segi materi maupun penggunaannya, perkembangannya sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ikut memacu perkembangan matematika itu sendiri. Untuk itu pemahaman siswa dalam matematika sangat penting, karena merupakan landasan untuk memahami ilmu pengetahuan dan teknologi untuk tingkatan pendidikan selanjutnya.
    Soedjadi menyatakan bahwa tujuan pendidikan matematika untuk masa mendatang haruslah memperhatikan : (1) tujuan yang bersifat formal, yaitu tujuan pendidikan matematika yang lebih menitikberatkan kepada penataan nalar serta pembentukan pribadi anak dan (2) tujuan yang bersifat material, yaitu tujuan pendidikan matematika yang lebih menitikberatkan kepada penerapan serta keterampilan matematika2. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan kesungguhan dari praktisi pendidikan terutama para guru
    dan siswa itu sendiri, agar matematika dapat difahami dengan baik dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
    Agar penguasaan siswa dalam matematika dapat tercapai dengan baik, maka siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep dalam matematika tersebut. Pemahaman konsep merupakan dasar dari pemahaman prinsip dan teori, hal ini sesuai dengan jenjang kognitif tahap pemahaman menurut Blomm, dkk, sehingga untuk memahami prinsip dan teori terlebih dahulu siswa harus memahami konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori tersebut. Karena itu hal yang sangat fatal apabila siswa tidak memahami konsep-konsep matematika, jika mereka ingin menguasai matematika. Penguasaan siswa dalam konsep-konsep matematika dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dapat dilihat dari hasil belajar siswa setelah pembelajaran berlangsung.
    Pada umumnya hasil belajar dipandang sebagai salah satu indikator bagi mutu pendidikan, sebagaimana yang dikatakan Soedjadi, bahwa hasil belajar adalah bagian dari hasil pendidikan. Meskipun kenyataan yang terlihat dilapangan sangat bertolakbelakang dengan harapan di atas. Hal ini terlihat dari hasil matematika siswa yang belum sesuai dengan hasil yang diharapkan sebagaimana menurut penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS), matematika Indonesia berada di peringkat ke-34 dari 38 negara (data UNESCO). Hal itu terungkap dalam konferensi pers The First Symposium on Realistic Teaching in Mathematics di Majelis Guru Besar (MGB) ITB, "Peringkat Indonesia berada di bawah Malaysia dan Singapura," ujar Firman, Ketua Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI)3.
    Hasil belajar siswa-siswi Madrasah Aliyah Pembangunan masih tegolong rendah, ini terlihat dari hasil ulangan harian trigonometri I kelas X. Siswa kelas X yang mendapat hasil ulangan di atas KKM hanya sekitar 24 orang dari 72 orang siswa yang mengikuti ulangan harian. Setelah diteliti dari hasil ulangan mereka dan mengadakan wawancara dengan beberapa siswa, kesalahan terbesar mereka dalam menjawab soal-soal ulangan adalah : karena
    kurang teliti, salah dalam memahami konsep dan yang paling dominan kebanyakan dari mereka tidak memahami konsep sama sekali. Hasil belajar yang diperoleh diatas menjadi koreksi dalam pembelajaran matematika kedepannya bagi seluruh praktisi pendidikan khususnya guru bidang studi yang bersangkutan.
    Hasil belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah model pembelajaran yang digunakan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ambarita yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam suatu proses belajar mengajar matematika adalah model penyajian materi4. Dengan demikian jalan keluar dari permasalahan ini adalah menggunakan model pembelajaran yang tepat dalam pengajaran matematika yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, kondisi siswa serta materi yang sedang dipelajari.
    Kauchak dan Eggen mengemukakan bahwa “Model pembelajaran Pencapaian Konsep adalah suatu strategi pembelajaran induktif yang didesain guru untuk membantu siswa dalam mempelajari konsep dan melatih keterampilan siswa dalam mempraktekkan keterampilan berfikir analitis”.5 Sementara Bruner, Goodnow dan Austin menyatakan bahwa “Model Pembelajaran Pencapaian Konsep sengaja dirancang untuk membantu para siswa mempelajari konsep-konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi, sehingga dapat memberi kemudahan bagi siswa untuk mempelajari konsep itu dengan cara yang lebih efektif”.6 Sedangkan Anggo mengemukakan bahwa model pembelajaran pencapaian konsep sangat relevan dalam mengajarkan matematika, hal ini sejalan dengan pemikiran Sumarmo bahwasanya proses pembelajaran matematika merupakan proses yang dapat membantu perkembangan pemahaman dan penghayatan siswa.
    terhadap konsep, prinsip sehingga tumbuh daya nalar, berfikir logis, kritis, sistematis dan lain-lain.7
    Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran pencapaian konsep merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang untuk menata atau menyusun data sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara tepat dan efisien. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Mulyono yang menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran pencapaian konsep meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan limit, dan penelitian yang dilakukan Rangga Heryanto yang menyatakan bahwa model pembelajaran pencapaian konsep memberi pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman matematik siswa. Untuk itu peneliti ingin mengadakan penelitian yang yang terkait dengan pemahaman konsep matematika siswa, sehingga penelitian ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Pencapaian Konsep Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa”.
    B. Identifikasi Masalah
    Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, masalah yang dapat diidentifikasi menjadi pernyataan-pernyataan penelitian sebagai berikut :
    1. Matematika merupakan mata pelajaran yang kurang menarik dan
    dianggap    sulit.
    2. Terdapat kekeliruan pada diri siswa dalam memahami konsep matematika.
    3. Banyak konsep-konsep dalam matematika yang belum difahami oleh siswa.
    4. Hasil belajar siswa MA Pembangunan masih rendah.
    5. Model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran kurang menarik.
    Model pembelajaran yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung belum memberikan kontribusi yang maksimal terhadap aktivitas siswa sebagai pembelajaran yang aktif.
    C. Pembatasan Masalah
    Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka permasalahan ini dibatasi pada pengaruh model pembelajaran pencapaian konsep terhadap pemahaman konsep matematika siswa MA Pembangunan kelas X khususnya pada materi Pangkat, Akar, dan Logaritma dengan mengambil sub pokok bahasan Pangkat dan Akar.
    D. Perumusan Masalah
    Perumusan masalah pada penelitian ini adalah :
    1. Bagaimana pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran 
        konvensional dan model pembelajaran pencapaian konsep?
    2. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran pencapaian konsep terhadap pemahaman konsep 
        matematika siswa?
    E. Tujuan Penelitian
    Tujuan dari penelitian ini adalah :
    1. Untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan 
        model pembelajaran konvensional dan model pembelajaran pencapaian konsep
    2. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran pencapaian konsep tehadap pemahaman konsep 
        matematika siswa.
    F. Manfaat Penelitian
    Penelitian ini penting untuk dilakukan karena diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
    1. Bagi siswa
    Pembelajaran model pencapaian konsep diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika pada diri siswa sehingga meningkatkan prestasi belajar matematika siswa, serta meningkatkan aktivitas siswa dan memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam belajar matematika karena pada model pembelajaran ini siswa belajar aktif mengungkapkan pemikirannya.
    2. Bagi guru
    Sebagai alternatif model pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa, serta sebagai informasi bagi guru matematika dan institusi terkait tentang keefektifan pembelajaran model pencapaian konsep.
    3. Bagi dunia pendidikan
    Penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran pembelajaran khususnya bagi dosen-dosen pendidikan matematika dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan matematika.

    BAB II
    LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR
    DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
    A. Landasan Teoritis
    1. Macam-macam Model Pembelajaran
    Ukuran keberhasilan guru dalam pembelajaran dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa, oleh karena itu melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat membantu guru dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kutz “tanpa model yang konkrit, para guru matematika sering mengembangkan pola pengajaran berdasarkan pengalaman yang lalu maupun intuisi”1 dan “Brady (1985: 7), mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran”2, selanjutnya ia mengemukakan 4 premis tentang model pembelajaran, yaitu:
    a. Model dapat memberikan arah untuk mempersiapkan dan mengimplementasikan kegiatan pembelajaran. Karena model pembelajaran bukan hanya bermuatan teori tetapi lebih bermuatan praktis dan implementatif.
    b. Meskipun terdapat model pembelajaran yang berbeda-beda, namun pemisahan antara satu model dengan model yang lain tidak bersifat deskrit. Karena model-model pembelajaran tersebut memiliki keterkaitan, terlebih lagi di dalam proses implementasinya. Oleh karena itu, guru harus mampu menginterpretasikannya ke dalam perilaku mengajar guna menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna.
     c. Tidak ada satupun model pembelajaran yang memiliki kedudukan lebih penting dan lebih baik dari model pembelajaran yang lain.
    d. Pengetahuan guru tentang berbagai model pembelajaran memiliki arti yang sangat penting untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Keunggulan model pembelajaran dapat dihasilkan jika guru mampu mengadaptasikan, atau mengkombinasikan beberapa model pembelajaran sehingga, menjadi lebih serasi dalam mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik.
    Arends mengemukakan bahwa “ Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran dan pengelolaan kelas”.3 Sementara menurut Trianto model pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar”.4 Menurut Bell “suatu model mengajar/belajar adalah sebuah proses pengajaran umum yang bisa digunakan untuk banyak topik yang berbeda dalam berbagai bidang”.5
    Dan menurut Joyce, et al. model pembelajaran adalah “suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan material/perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, tipe-tipe, program-program media computer dan kurikulum”.6
    “Lieach & Scott (1995), mengingatkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menentukan model pembelajaran dengan mengkaji kemana pembelajaran akan dititikberatkan, apakah pada outcome, proses atau content”.7 Dengan demikian guru terlebih dahulu menetapkan kemana arah pembelajaran yang akan ditekankan, kemudian barulah menentukan model yang cocok digunakan dalam pembelajaran yang akan
    dilangsungkan. Dalam uraian masing-masing orientasi tersebut terdapat beberapa aspek kegiatan yang harus dilakukan oleh guru, yaitu :
    a. Bila guru memutuskan untuk mengarahkan proses pembelajaran pada outcome, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri;
    1) Sebagai seorang guru, apa yang saya harapkan dari siswa setelah pembelajaran berakhir.
    2) Selama proses pembelajaran, jenis pengetahuan dan dorongan seperti apa, yang saya harapkan dapat dimiliki oleh siswa yang saya ajar.
    3) Sebagai seorang guru, saya harus bisa memperbaiki aktivitas siswa, dan jenis keterampilan seperti apa, yang saya harapkan dapat didemonstrasikan oleh para siswa.
    4) Sebagai guru selain mempunyai kewajiban mengajar, saya juga berkewajiban mendidik. Sikap dan nilai-nilai apa yang seharusnya dimiliki oleh siswa.
    5) Sebagai pengajar saya harus mempunyai tujuan pembelajaran yang jelas, dan mengapa saya mengharuskan siswa mempelajari hal ini.
    6) Sebagai seorang guru saya harus pintar dalam memilih setiap hal yang penting. Pengetahuan, sikap dan keterampilan apa, yang seharusnya penting dimiliki siswa yang harus saya ajarkan.
    7) Bagaimana cara saya mengetahui bahwa siswa dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang saya harapkan. Karena sebagai seorang guru, saya harus mengetahui perkembangan mereka secara jelas, dan memberi penilaian secara objektif.
    b. Bila guru memutuskan untuk menitikberatkan pada content pembelajaran, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang;
    1) Sebagai seorang guru, saya harus pintar dalam menentukan materi-materi pokok yang harus dipelajari siswa, dan tidak terlalu berpatokan dengan buku paket. Maka apa saja materi esensial yang harus dimengerti oleh siswa, untuk mendukung hasil belajar yang saya harapkan.
     2) Sebagai seorang guru saya harus tahu jelas apa yang menjadi sumber-sumber belajar, yang dapat dipergunakan untuk mendukung materi pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak terasa membosankan.
    3) Dalam proses pembelajaran, seorang guru harus tahu kemampuan berfikir siswa seperti apa yang perlu dinilai, dan bagaimana cara saya melakukan penilaiannya, sekaligus mengapa hal itu penting untuk dilakukan.
    4) Kesalahan dalam proses pembelajaran tidak dapat dihindari, maka seorang guru harus tahu kekeliruan pemahaman dan miskonsepsi seperti apa, yang umumnya terjadi dalam penyampaian materi yang dilakukan.
    5) Kesalahan dalam proses pembelajaran hanya dapat diminimalisir, dan sebagai seorang guru saya harus tahu bagaimana saya dapat meminimalisir, atau mengurangi kekeliruan pemahaman dan miskonsepsi pada siswa.
    c. Bila guru memutuskan untuk menitikberatkan pada proses pembelajaran, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang;
    1) Pembelajaran secara konvensional cenderung membosankan, sebagai seorang guru, maka saya harus tahu bagaimana strategi yang harus dilakukan, agar para siswa dapat lebih mudah memahami melalui pembelajaraan yang dilakukan.
    2) Guru juga berkewajiban mendorong sekaligus memotivasi potensi-potensi yang dimiliki siswa, maka guru harus bisa membantu bagaimana siswa dapat mengembangkan keterampilan-keterampilannya.
    3) Tugas guru sebagai pendidik, dan seorang pendidik harus tahu bagaimana siswa dapat mengembangkan sikap dan nilai.
    4) Selama proses pembelajaran berlangsung, suasana kelas merupakan salah satu faktor yang penting agar terciptanya pembelajaran yang menyenangkan. Dan seorang guru harus tahu bagaimana struktur
    pengorganisasian kelas yang harus dikembangkan, untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang efektif.
    5) Keberhasilan pembelajaran salah satunya terletak pada keberhasilan guru dalam memilih strategi pembelajaran yang digunakan selama proses pembelajaran. Maka guru harus tahu apa saja jenis, atau bentuk strategi pembelajaran yang menjadi penekanan, jika dikaitkan dengan jenis sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dikembangkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan.
    6) Salah satu inti dari pengajaran adalah bagaimana siswa merasa materi itu tidak sulit. Maka guru harus tahu bagaimana merancang, dan mengorganisasi materi pelajaran agar siswa mudah mempelajarinya.
    7) Sebagai seorang guru, saya harus mengetahui kemampuan siswa sebelumnya untuk mengetahui apakah siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk mendukung strategi pembelajaran yang dikembangkan.
    8) Penggunaan strategi pembelajaran tentunya membutuhkan faktor-faktor pendukung, agar hasil belajar yang diperoleh siswa maksimal. Maka guru harus tahu seberapa banyak waktu, ruang dan sumber-sumber belajar yang dimiliki, sehingga dapat mendukung strategi pembelajaran yang dipergunakan.
    9) Hampir setiap orang membutuhkan motivasi terutama siswa yang masih dalam proses pendewasaan. Maka guru harus tahu secara jelas, apakah strategi pemotivasian dapat dipergunakan untuk mempercepat tumbuhnya rasa percaya diri pada siswa.
    10) Setelah merencanakan pembelajaran yang akan dilangsungkan, seorang guru harus tahu bagaimana cara mengetahui bahwa pembelajaran yang dilaksanakan, berjalan secara optimal seperti yang direncanakan.
    Ada sejumlah pandangan atau pendapat berkenaan dengan model pembelajaran, yang perlu kita kaji untuk memperluas pemahaman dan
     wawasan kita sehingga kita dapat semakin fleksibel dalam menentukan salah satu atau beberapa model pembelajaran yang tepat. “Joyce, weil, dan Calhoun (2000) mendeskripsikan empat kategori model mengajar, yaitu kelompok model social (social family), kelompok pengolahan informasi (information processing family), kelompok model personal (personal family), dan kelompok model system perilaku (behavioral systems family)”.8 Tiap-tiap model tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tipe yang lebih terukur. Jika dituangkan dalam bentuk tabel adalah seperti berikut:
    Tabel II.1
    Model-model Pembelajaran Menurut Joyce, Weil dan Calhoun
     
Salah satu hal yang paling dipentingkan dalam pembelajaran adalah proses belajar itu sendiri, maka dari ke empat model yang telah dikemukakan di atas model “the information processing family” adalah model pembelajaran yang cocok digunakan untuk meningkatkan proses pembelajaran siswa, sebagaimana yang dikatakan Aunurrahman bahwa “kelompok model pengolahan informasi (information processing family) salah satu kelompok model pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada aktivitas-aktivitas yang terkait dengan kegiatan proses, atau pengolahan informasi untuk meningkatkan kapabilitas siswa melalui proses pembelajaran”.9
Jadi menurut penulis model pembelajaran adalah : cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar (guru) untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran, dimana pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
2.Model Pembelajaran Pencapaian Konsep
“Model Pembelajaran Pencapaian Konsep adalah suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu”.10 Model pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua umur, dari anak-anak sampai orang dewasa. Untuk taman kanak-kanak, model pembelajaran ini dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep yang sederhana. Misalnya konsep binatang, tumbuhan, dan lain-lain. Model pembelajaran ini lebih tepat digunakan ketika penekanan pembelajaran lebih dititikberatkan pada pengenalan konsep baru, sehingga dapat melatih kemampuan berfikir induktif dan melatih berfikir analisis.
Bruner (1960) mengusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. Menurut teori ini, “proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif, jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya”.11 Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum.
Model Pembelajaran Pencapaian Konsep merupakan salah satu bentuk kelompok model pembelajaran pengolahan informasi, dimana model
pembelajaran pengolahan informasi adalah model pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada aktivitas-aktivitas yang terkait dengan kegiatan proses, atau pengolahan informasi untuk meningkatkan kapabilitas siswa melalui proses pembelajaran sebagaimana yang di ungkapkan Aunurrahman. Model pembelajaran pencapaian konsep mula-mula didesain oleh Joice and Weil (1972), yang didasarkan pada hasil riset Jerome Bruner dengan maksud bukan saja didesain untuk mengembangkan berfikir induktif, tetapi juga untuk menganalisis dan mengembangkan konsep.
Kauchak dan Eggen mengemukakan bahwa “Model pembelajaran Pencapaian Konsep adalah suatu strategi pembelajaran induktif yang didesain guru, untuk membantu siswa dalam mempelajari konsep dan melatih keterampilan siswa dalam mempraktekkan keterampilan berfikir analitis”.12 Sementara Bruner, Goodnow, dan Austin menyatakan bahwa “Model Pembelajaran Pencapaian Konsep sengaja dirancang, untuk membantu para siswa mempelajari konsep-konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi, sehingga dapat memberi kemudahan bagi siswa untuk mempelajari konsep itu dengan cara yang lebih efektif”.13 Sedangkan menurut Joyce dan Weill “Model pembelajaran pencapaian konsep, menitikberatkan pada cara-cara untuk memperkuat dorongan-dorongan internal manusia dalam memahami ilmu pengetahuan, dengan cara menggali dan mengorganisasikan, serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya”.14
Untuk memahami konsep-konsep yang terdapat dalam matematika, sebaiknya siswa mempelajarinya dengan berpartisifasi aktif seperti melakukan percobaan-percobaan untuk menemukan konsep tersebut. kemampuan siswa dalam membedakan, mengelompokkan dan menamakan sesuatu yang
menyebabkan munculnya stimulus dalam memahami sebuah konsep. Seperti yang dikatakan Brunner di dalam suherman yang menyatakan, bahwa:
“jika anak ingin mempunyai kemampuan dalam hal menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, anak harus dilatih untuk melakukannya sendiri. dengan demikian, jika anak aktif dan terlihat dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan, dengan jalan memperlihatkan representasi konsep tersebut, maka anak akan lebih memahaminya”.
Bruner berpendapat bahwa belajar itu memiliki tiga proses secara simultan, yakni (a) diperolehnya informasi (b) transformasi pengetahuan dan (c) pengkajian pengetahuan. Informasi baru ini mungkin merupakan tambahan, atau yang bertentangan dengan informasi yang telah dimilikinya. Transformasi pengetahuan digunakan lebih lanjut melalui intrapolasi dan ekstrapolasi, atau mengubahnya dalam bentuk lain. Pengkajian pengetahuan adalah menilai kembali ketepatan dan kelengkapan, dengan cara memanipulasi informasi yang telah digunakannya. Bruner menamakan proses ini dengan konseptualisasi.
Penggunaan model pembelajaran pencapaian konsep, dimulai dengan pemberian contoh-contoh penerapan konsep yang diajarkan, kemudian dengan mengamati contoh-contoh yang diturunkan, dari definisi konsep-konsep tersebut. Hal yang paling utama diperhatikan dalam penggunaan model ini adalah pemilihan contoh yang tepat, untuk konsep yang diajarkan, yaitu contoh tentang hal-hal yang akrab dengan siswa. Pada prinsipnya model pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu strategi mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta siswa untuk mengamati data tersebut.
Penerapan Model Pembelajaran Pencapaian Konsep dalam pembelajaran meliputi tiga tahap pokok18 :
a. Presentasi data dan identifikasi konsep, yang meliputi kegiatan;
1) Guru menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli.
2) Siswa membandingkan ciri-ciri positif dan negatif dari contoh yang dikemukakan
3) Siswa menyimpulkan dan menguji hipotesis
4) Siswa memberikan arti sesuai dengan ciri-ciri esensial
b. Menguji pencapaian konsep yang meliputi beberapa kegiatan;
1) Siswa mengidentifikasi tambahan contoh yang tidak dilabeli.
2) Guru mengkonfirmasikan hipotesis, konsep nama dan definisi sesuai dengan ciri-ciri esensial.
3) Siswa membuat contoh-contoh.
c. Menganalisis kemampuan berfikir strategis, yang meliputi;
1) Siswa mendeskripsikan pemikiran-pemikiran mereka.
2) Siswa mendiskuusikan hipotesis dan atribut-atribut.
3) Siswa mendisksikan bentuk dan jumlah hipotesis.
Adapun penjelasan mengenai tahap-tahap Model Pembelajaran Pencapaian Konsep di atas adalah sebagai berikut : tahap pertama ; guru menyajikan data kepada siswa. Setiap data merupakan contoh dan bukan contoh yang terpisah. Data tersebut dapat berupa peristiwa, orang, objek, cerita, dan lain-lain. Siswa diberitahu bahwa dalam daftar data yang disajikan terdapat beberapa data yang memiliki kesamaan. Mereka diminta untuk memberi nama konsep tersebut, dan menjelaskan definisi konsep berdasarkan ciri-cirinya. Tahap kedua ; siswa menguji perolehan konsep mereka. Pertama dengan cara mengidentifikasi contoh tambahan lain yang mengacu pada konsep tersebut. Atau kedua dengan memunculkan contoh mereka sendiri. setelah itu, guru mengkonfirmasi kebenaran dari dugaan siswanya terhadap konsep tersebut, dan meminta mereka untuk merevisi konsep yang masih
kurang tepat. Tahap ketiga ; mengajak siswa untuk menganalisis atau mendiskusikan strategi, sampai mereka dapat memperoleh konsep tersebut. Dalam keadaan sebenarnya, pasti penelusuran konsep yang mereka lakukan berbeda-beda. Ada yang mulai dari umum, ada yang mulai dari khusus, dan lain-lain. Akan tetapi, perbedaan strategi di antara siswa ini menjadi pelajaran bagi yang lainnya untuk memilih strategi mana yang paling tepat dalam memahami suatu konsep tertentu.
Joyce dan Weil mengemukakan bahwa model pembelajaran pencapaian konsep memiliki unsur-unsur sebagai berikut19:
a. Tahap-tahap pelaksanaan
Tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran pencapaian konsep ialah tahap-tajap kegiatan dari model pembelajaran pencapaian konsep. Model pembelajaran pencapaian konsep memiliki tiga fase kegiatan yaitu :
1) Fase pertama : penyajian data dan identifikasi konsep
a) Pengajar menyajikan contoh yang telah diberi nama konsep
b) Siswa membandingkan ciri-ciri dalam contoh dan non contoh
c) Siswa membuat dan menguji hipotesis
d) Siswa membuat definisi tentang konsep atas ciri-ciri esensial
2) Fase kedua : pengujian pencapaian konsep
a) Siswa mengidentifikasi contoh yang tidak diberi nama konsep dengan menyatakan “ya” atau “bukan”.
b) Pengajar menegaskan hipotesis, nama konsep dan menyatakan kembali definisi konsep yang sesuai dengan ciri-ciri esensial.
c) Siswa membuat (memberikan) contoh.
3) Fase ketiga : analisis strategi berfikir
a) Siswa mengungkapkan pemikirannya.
b) Siswa mendiskusikan hipotesis dan ciri-ciri konsep.
c) Siswa mendiskusikan tipe dan macam hipotesis.
b. Sistem sosial
System sosial model pembelajaran pencapaian konsep ialah situasi atau suasana, dan norma yang berlaku dalam model pencapaian konsep. Model ini memiliki struktur yang moderat. Pengajar melakukan pengendalian terhadap aktivitas siswa, tetapi dapat dikembangkan menjadi kegiatan dialog bebas dalam fase itu. Dengan pengorganisasian kegiatan itu, diharapkan siswa akan lebih memperhatikan inisiatifnya untuk melakukan proses induktif, bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam melibatkan diri dalam kegiatan belajar mengajar.
c. Prinsip-prinsip pengelolaan /reaksi
Prinsip-prinsip pengelolaan /reaksi dari model pembelajaran pencapaian konsep adalah (a) memberikan dukungan dengan menitikberatkan pada sifat hipotesis dari diskusi-diskusi yang berlangsung, (b) memberikan bantuan kepada siswa dalam mempertimbangkan hipotesis, (c) memusatkan perhatian siswa terhadap contoh-contoh yang spesifik, dan (d) memberikan bantuan kepada siswa dalam mendiskusikan dan menilai strategi berfikir yang mereka pakai.
d. Sistem pendukung
Sistem pendukung model pembelajaran pencapaian konsep ialah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran pencapaian konsep. Sarana pendukung yang diperlukan dapat berbentuk gambar, foto, diagram, slide, tape, LKS, dan data yang terpilih dan terorganisasikan dalam bentuk unit-unit yang berfungsi memberikan contoh-contoh.
Sistem yang diperlukan dalam model pembelajaran pencapaian konsep ini adalah sistem yang banyak memberikan contoh dan bukan contoh. Sistem pendukung ini diperlukan agar siswa melihat contoh yang cukup, dan pada akhirnya menguasai konsep yang terdapat pada contoh-contoh tersebut. Jadi, siswa bukan menemukan konsep baru, tetapi menguasai konsep-konsep yang sudah ada, melalui pengamatan terhadap contoh-contoh.
Jadi Model Pembelajaran Pencapaian Konsep adalah model pembelajaran yang dirancang untuk menata, atau menyusun data sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara tepat dan efisien, dimana model ini memiliki pandangan bahwa, para siswa tidak hanya dituntut untuk mampu membentuk konsep melalui proses pengklasifikasian data, akan tetapi mereka juga harus dapat membentuk susunan konsep dengan kemampuannya sendiri.
3. Model Pembelajaran Pencapaian Konsep dalam Matematika
Pencapaian konsep merupakan “proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan contoh-contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori” (Bruner, Goodnow, dan Austin, 1967)20. Sementara pembentukan konsep, yang merupakan dasar dari model induktif merupakan proses yang mengharuskan siswa menentukan dasar di mana mereka akan membangun kategori, maka penemuan konsep mengharuskan mereka menggambarkan sifat-sifat dari suatu kategori, yang sudah terbentuk dalam fikiran orang lain dengan cara membandingkan, dan membedakan contoh-contoh yang berisi karakteristik-karakteristik (disebut ciri-ciri) konsep itu, dengan contoh-contoh yang tidak berisi karakteristik-karakteristik ini. Untuk merancang pelajaran yang memadai, kita harus memiliki kategori yang jelas dalam fikiran kita.
Setiap tahapan dalam pelaksanaan model pembelajaran pencapaian konsep memberikan tuntutan yang jelas. Kegiatan dimulai dari yang sederhana menuju kegiatan yang lebih kompleks. Tahapan-tahapan kegiatan model pembelajaran pencapaian konsep adalah sebagai berikut :
a. Tahap penyajian data
Pada tahap ini, guru memberikan gambaran abstrak tentang definisi suatu konsep bentuk pangkat dan akar, gambaran tentang konsep secara abstrak dijelaskan secara lisan oleh guru yang bersangkutan, dan guru juga menjelaskan langkah kerja dari konsep tersebut secara umum dalam proses penyelesaian soal. Peranan siswa dalam tahap ini adalah mencermatinya,
menangkap maksud dan maknanya, manganalisis karakteristik yang dimiliki konsep bentuk pangkat dan akar beserta contohnya, serta dapat merumuskan kembali definisi konsep tentang bentuk pangkat dan akar dengan kata-kata sendiri.
b. Tahap pengetesan pencapaian konsep
Pada tahap ini siswa diminta untuk menyelesaikan soal yang bervariasi dari konsep bentuk pangkat dan akar yang diajarkan. Selain itu siswa diberi tugas untuk mampu berfikir operasional, formal, logis dan sistematis.
Berkenaan dengan berbagai bentuk dan ragam soal bentuk pangkat dan akar yang diberikan, tugas siswa adalah harus mampu menganalisis karakteristik yang terkandung didalamnya, sehingga mereka mampu menentukan dengan cara apa soal tersebut dapat diselesaikan dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi agar sesuai dengan konsep bentuk pangkat dan akar yang telah didapat.
c. Tahap analisis strategi berfikir
Pada tahap ini guru lebih mengarah kepada penelusuran proses berfikir siswa. Siswa diminta untuk mengungkapkan alasan-alasan yang berkenaan dengan membuat contoh tambahan, merumuskan konsep dengan kata-kata sendiri, dan menjabarkan langkah-langkah penyelesaian soal dari konsep bentuk pangkat dan akar.
Lebih lanjut lihat di sini: Download